ASWAJA AN-NAHDIYAH
Makalah ini Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Perbaika Mata Kuliah Aswaja An-nahdiyah
Dosen Pengampu : Jazuli M.Pd.
Disusun oleh :
Andri
PROGRAM PAI PENDIDIKAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL HUDA AL-AZHAR
KOTA BANJAR
2019-2020
Jl. Pesantren 02, Citangkolo, Kujangsari, Langensari, Kota Banjar
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Aswaja An-nahdiyah. Makalah ini takkan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
- Bapak Jazuli M.Pd. selaku dosen mata kuliah Aswaja An-nahdiyah.
- Orang tua saya yang telah memberi motivasi, serta memfasilitasi dalam berjalannya penyusunan makalah ini, dan tentunya yang selalu mendo’akan demi kesuksesan anaknya ini.
- Seluruh rekan-rekan yang telah membantu, memotivasi dalam penyusunan makalah ini.
Dalam makalah ini Kami bermaksud menuturkan materi yang akan dikaji dalam kegiatan belajar mengajar. Makalah ini bukanlah makalah yang sempurna, jadi tidak lepas dari sebuah kesalahan. Oleh karena itu, Kami memohon kritik dan saran yang dapat membangun untuk masa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB ll
PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah 3
B. Ajaran Aswaja Dalam Bidang Aqidah, Syariah Dan Akhlak 4
C. Faktor Nu Berpaham Aswaja 9
D. Strategi Nu Dalam Melestarikan Paham Aswaja 10
BAB llI
PENUTUP 11
A. KESIMPULAN 11
DAFTAR PUSTAKA iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nahdlatul Ulama didirikan sebagai Jam’iyah Diniyah Ijtima’iyah (organisasi keagamaan kemasyarakatan) untuk menjadi wadah perjuangan para ulama dan pengikutnya. Tujuan didirikannya NU ini diantaranya adalah : Memelihara, Melestarikan, Mengembangkan dan Mengamalkan ajaran Islam Ahlu al-Sunnah Wal Jama’ah yang manganut salah satu pola madzhab empat: Imam Hanafi, Imam Maliki,Imam Syafi’i dan Imam Hanbali, Mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya, dan Melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah ajaran sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang Artinya : “ Kaum Yahudi bergolong-golong menjadi 71, Kaum nasrani menjadi 72, dan umatku (umat islam) menjadi 73 golongan. Semua Golongan masuk neraka kecuali satu. “ Para sahabat bertanya : Siapa satu yang selamat itu ? Rasulullah menjawab : “ Mereka adalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah (penganut Sunnah dan Jama’ah).” Apakah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah itu ? Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah ialah Ma ana ‘alaihi wa ash habi (apa yang aku berada di atasnya bersama sahabatku).”
Paham Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai idiologi Nahdlatul Ulama’ mencakup aspek aqidah, syari’ah dan akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek prinsip keagamaan Islam. Didasarkan pada Manhaj Al- Fikr (pola pemikiran) Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang aqidah, empat imam madzhab besar dalam bidang fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), dan dalam bidang tasawuf menganut manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim alJunaidi al-Baghdadi, serta para imam lain yang sejalan dengan syari’ah Islam.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana pengertian Paham Ahlussunnah wal jamaah?
- Bagaiman ajaran Ahlussunnah wal jamaah di bidang aqidah, syari’ah dan akhlak ?
- Apa faktor NU ber ideologi ke paham Ahlussunnah wal jamaah ?
- Bagaimana strategi NU dalam melestarikan paham Ahlussunnah wal jamaah ?
C. Tujuan Penulisan
- Menjelaskan pengertian paham Ahlussunnah wal jamaah.
- Menjelaskan ajaran Ahlussunnah wal jamaah di bidang aqidah, syari’ah dan akhlak.
- Menjelaskan faktor-faktor NU ber ideologi ke paham Ahlussunnah wal jamaah.
- Menjelaskan strategi NU dalam melestarikan paham Ahlussunnah wal jamaah.
BAB ll
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah
Secara etimologi, Istilah Ahlussunnah Wal Jamaah berarti golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasullullah SAW, dan jalan hidup para sahabatnya, Atau golongan yang berpegang teguh pada sunnah rasul dan sunnah para sahabat, lebih khusus lagi sahabat empat ( Khulafaur Rosidin).Adapun wujud konkretnya, Ahlussunnah Wal Jamaah tidak lain ialah golongan yang senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk Al qur’an dan Al-Sunnah. Artinya dalam segala hal merujuk kepada petunjuk Al qur’an dan Al-Sunnah.
Ada dua orang ulama besar Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu:
1. Imam Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al- Maturdi Al- Anshori. Dia hidup di samarkand 238-333H/852-944M, masih berselisih dengan sahabat besar Abu Ayyub Khalid bin Zaid kulaib Al- Anshori yang rumahnya pernah di singgahi Rasullulah SAW. Ketika perjalanan hijrah ke madinah. Kealimannya agak terkenal, sekalipun yang menonjol dalam bidang teologi. Kitab bakunya dalam bidang ini ialah kitab At-Tauhid terdiri dari 400 halaman lebih. Dalam bidang fiqih ia bermazhab hanafi.
2. Imam Abul Hasan Ali bin Ismail Al- Asyiarai, Masih berselisih dengan sahabat besar Abu Musa Al-syiari. Dia terlahir di kota basrah 260-330 H/873-945M., memiliki karangan- karangan di bidang teologi: Maqalat Al-Islamiyin Wa Ikhtilaf Al-Mushallin, Al luma’ Fi Raddi Ahl Al- Zaighi Wal bida’ an dan lain sebagainya. Dalam masalah fiqih beliau bermazhab imam Syafi’i. Teologi Al Asyi’ari memperoleh kemajuan pesat karena dukungan penguasa khalifah Al- Muttawakil( 237-247H/817-861M ).
Adapun sebab terpentingnya mengapa Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah ialah karena adanya perpecahan yang dialami kaum muslimin yang bisa menghancurkan mereka sendiri, kalau seandainya tidak di akhiri. Sebagai seorang muslim yang mendambakan kepersatuan umat, dia sanagat khawatir kalau Al qur’an dan Al hadist menjadi korban dari paham-paham Mu’tazilah yang dianggapnya semakin jauh dari kebenaran, Menyesatkan dan Meresahkan masyarakat. Hal ini di sebabkan karena mereka terlalu menonjolkan pikiran.
Disamping itu, Ada ahli-ahli hadist anthropomorphist yang selalu memegangi makna lahir dari hadist-hadist yang hampir menyeret islam kepada kelemahan, kebekuan yang tidak dapat dibenarkan. Karena itu, Al- Asy’ari mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis(Mu’tazilah) dan golongan textualist( ahli hadis anthropomorphist). Ternyata langkah jalan tengah tersebut dapat di terima oleh mayoritas umat islam, sebagai sikap moderat atau tawassuth.
B. Ajaran Aswaja Dalam Bidang Aqidah, Syariah Dan Akhlak
Paham Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah dalam haluan Nahdlatul Ulama mencakup aspek aqidah, syari’ah dan akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek prinsip keagamaan Islam. Didasarkan pada Manhaj Al- Fikr (pola pemikiran) Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang aqidah, empat imam madzhab besar dalam bidang fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), dan dalam bidang tasawuf menganut manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim alJunaidi al-Baghdadi, serta para imam lain yang sejalan dengan syari’ah Islam.
1. BIDANG AQIDAH
a. Konsep Aqidah Asy’ariyah
Aqidah Asy’ariyah merupakan jalan tengah (tawassuth) di antara kelompok-kelompok keagamaan yang berkembang pada masa itu. Yaitu kelompok Jabariyah dan Qadariyah yang dikembangkan oleh Mu’tazilah. Dalam membicarakan perbuatan manusia, keduanya saling berseberangan. Kelompok Jabariyah berpendapat bahwa seluruh perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan manusia tidak memiliki peranan apa pun. Sedang kelompok Qadariyah mamandang bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia itu sendiri terlepas dari Allah. Dengan begitu, bagi Jabariyah kekuasaan Allah adalah mutlak dan bagi Qadariyah kekuasaan Allah .
Sikap tawassuth yang ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan konsep al-kasb (upaya). Menurut Asy’ari, perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia memiliki peranan dalam perbuatannya. Kasb memiliki makna bebersamaan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan . Kasb juga memiliki makna keaktifan dan bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dengan konsep kasb tersebut, Aqidah Asy’ariyah menjadikan manusia selalu berusaha secara kreatif dalam kehidupannya, akan tetapi tidak melupakan bahwa Tuhanlah yang menentukan semuanya. Dalam konteks kehidupan sekarang, Aqidah Asy’ariyah paling memungkinkan dijadikan landasan memajukan bangsa. Dari persoalan ekonomi, budaya, kebangsaan sampai memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan kekinian, seperti HAM, kesehatan , Gender, otonomi daerah dan sebagainya.
Sikap tasamuh (toleransi) ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan antara lain ditunjukkan dalam konsep kekuasaan mutlak Tuhan. Bagi Mu’tazilah, Tuhan wajib berlaku adil dalam memperlakukan mahluk-Nya. Tuhan wajib memasukkan orang baik kedalam surga dan memasukan orang jahat kedalam neraka. Hal ini ditolak oleh Asy’ariyah. Alasanya, kawajiban berarti telah terjadi pembatasan terhadap kekuasaan Tuhan, padahal Tuhan memiliki kekuasaan mutlak, tidak ada yang bisa membatasi kekuasaan dan kehendak Tuhan. Meskipun dalam Al-Qur’an Allah berjanji akan memasukkan orang baik dalam surga dan orang yang jahat ke dalam neraka, namun tidak berarti kekuasaan Allah terbatasi. Segala keputusan tetap ada pada kekuasaan Allah.
Dengan demikian, bagi Asy’ariyah rasionalitas tidak ditolak. Kerja-kerja rasional dihormati sebagai penerjemahan dan penafsiran wahyu dalam kerangka untuk menentukan langkah-langkah dalam pelaksanaan sisi kehidupan manusia. Yakni bagaimana pesan-pesan wahyu dapat diterapkan oleh semua umat manusia. Inilah pengejawantahan dari pesan Al-Qur’an bahwa risalah Islam adalah rahmatan li al-‘alamin. Namun agar aspek-aspek rasionalitas itu tidak menyimpang dari wahyu., manusia harus mengembalikan seluruh kerja rasio di bawah kontrol wahyu.
b. Konsep Aqidah Maturidiya
Pada prinsipnya memiliki keselarasan dengan Asy’ariyah. Itu ditunjukkan oleh cara memahami agama yang tidak secara ekstrem sebagaimana dalam kelompok Mu’tazilah. Yang sedikit membedakan keduanya, bahwa Asy’ariyah fiqhnya menggunakan madzhab Imam Syafi’I dan Imam Maliki, sedang Maturidiyah menggunakan madzhab Imam Hanaf.
Sikap tawasuth yang ditunjukkan oleh Maturidiyah adalah upaya pendamaian antara al-naqli dan alaqli (nash dan akal). Maturidiyah berpendapat bahwa suatu kesalahan apabila kita berhenti berbuat pada saat tidak terdapat nash (naql) sama juga salah, apabila kita larut tidak terkendali dalam menggunakan rasio (aql) . Menggunakan aql sama pentingnya dengan menggunakan naql. Sebab akal yang dimiliki manusia juga berasal dari Allah, karena itu dalam Al –Qur’an Allah memerintahkan umat Islam untuk menggunakan akal dan memahami tanda-tanda (al-ayat) kekuasaan Allah yang terdapat di alam raya. Dalam al-Qur’an misalnya ada ayat “liqaumin yatafa-karun, liqaumin ya’qilun, liqaumin yatadzakkarun, la’allakum tasykurun, la’allakum tahtadun dan sebagainya”. Artinya bahwa penggunaan akal itu, semuanya diperuntukkan agar manusia memperteguh iman dan taqwanya kepada Allah SWT.
2. Bidang Syariat
Dalam bidang Syari’at( fikih, hukum islam) kaum Ahlussunnah Wal Jamaah berpedoman pada empat mazdhab, Yaitu Imam hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hanbali. Nahdlatul Ulama’ sebagai organisasi yang berhaluan islam Ahlussunnah Wal Jamaah di kalangan pengikutnya sebagian bersar mengikuti Mazdhab Imam Syafi’i.
Pertama : Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Biasa disebut Imam Hanafi. Lahir 80 H, dan wafat tahun 150 H, di Bagdad. Abu Hanifah berdarah Persia, digelari Al-Imam al-A’zham ( Imam Agung, menjadi tokoh panutan di Iraq, penganut aliran ahlur ra’yi dan menjadi tokoh sentralnya. Di antara manhaj istinbathnya yang terkenal adalah AlIhtihsan. Fiqh Abu Hanifah yang menjadi rujukan utama mazhad Hanafi ditulis oleh dua orang murid utamanya : Imam Abu Yusuf Ibrahim dan Imam Muhammad bin Hasan As-Syaibani.
Kedua : Imam malik bin Anas. Biasa disebut Imam Malik, dikenal sebagai “ Imam Dar alHijrah “, Imam Malik adalah seorang ahli hadist sangat terkenal sehingga kitab monumentalnya berjudul “ Al-Muwatha “ dinilai sebagai kitab hadist hukum yang paling shahih sebelum adanya Shahih Bukhari dab Shahih Muslim (dua Kumpulan hadist shahih yang menjadi rujukan ulama ahlussunnah). Imam Malik juga mempunyai konsep manhaj istinbath yang berpengaruh sampai sekarang. Kitabnya berjudul alMaslahah al-Mursalah dan Amal al-Ahl alMadinah.
Ketiga : Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i. biasa disebut Imam Syafi’i. lahir 150 H di Ghozza, dan wafat pada tahun 204 H di Mesir. Imam Syafi’i mempunyai latar belakang keilmuwan yang memadukan antara Ahl al-Hadist dan Ahl al-Ra’yi, karena cukup lama menjadi murid Imam Malik di madinah dan cukup waktu belajar kepada Imam Muhammad bin Hasan, di Baghdad. Dia adalah murid senior Imam Abu Hanifah. Metodologi istinbathnya ditulis menjadi buku pertama dalam usul figh berjudul al-Risalah. Pendapat-pendapat dan fatwa-fatwa figh Imam Syafi’i ada dua macam. Yang disampaikan selama di Baghdad disebut alQaul al-Qadim (pendapat lama), dan yang disampaikan setelah berada di Mesir disebut “ alQaul al-Jadid ( pendapat baru ), tentang ini semua telah dihimpun Imam Syafi’i dalam kitab “ Al-Um “.
Keempat : Imam Ahmad bin Hambal, biasa disebut Imam Hambali. Lahir 164 H, di Baghdad. Imam Ahmad bin hambal terkenal sebagain tokoh Ahl al-Hadist. Imam Ahmad bin Hambal adalah salah seorang murid Imam Syafi’i selama di Baghdad, dan sangat menghormati Imam Syafi’i. sampai Imam Syafi’I wafat masih selalu mendoakannya. Imam Ahmad bin Hambal mewariskan sebuat kitab hadist yang terkait dengan hukum Islam berjudul “ Musnad Ahmad “.
Alasan memilih kenapa empat Mazhab saja : pertama : kualitas pribadi dan keilmuan mereka sudah masyhur . Kedua : Keempat Imam Mazhab tersebut merupakan Imam Mujtahid mutlak Mustaqil, yaitu Imam mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan manhaj al-Fikr, pola metode, proses dan prosedur istinbath dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan. Ketiga ; Para Imam Mazhab itu mempunyai murid yang secara konsisten mengajar dan mengembangkan mazhabnya yang didukung oleh buku induk yang masih terjamin keasliaanya hingga saat ini.
3. Bidang Ahklak (Tasawuf)
Tasawuf Aswaja An-Nahdliyah memiliki prinsip, bahwa hakikat tujuan hidup adalah tercapainya dunia akhirat dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWA. Untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah, dicapai melalui perjalanan spiritual, yang bertujuan untuk memperoleh hakikat dan kesempurnaan hidup manusia (insan kamil). Namun hakikat yang diperoleh tersebut tidak boleh meninggalkan garis garis syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Syariat harus merupakan dasar untuk pencapaian hakikat. Inilah prinsip yang dipegangi tashawwuf (tasawuf) Aswaja.
Kaum Ahlussunnah Wal Jamaah dalam bidang ahklak atau tasawuf mengikuti dua pemikiran tasawuf yaitu Abu Qasim al- junaidi dan Imam Ghazali. Dalam kitabnya,” Kimiya’u as Sa’adah” Imam Ghazali berkata:” Bahwa tujuan memperbaiki ahklak adalah untuk membersihkan hati, kotoran hawa nafsu dan amarah. Sehinggah hati menjadi suci bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya tuhan”. Nabi Muhammad SAW. Pernah bersabda: Syari’at itu perkataanku, tarekat itu perbuatanku dan hakikat itu adalah kelakuanku”. Dalam ilmu tasawuf di jelaskan bahwa arti tarekat adalah jalan atau petnjuk dalam melakukan ibadah sesuai ajaran yang di contohkan Nabi Muhammad SAW. Dan di kerjakan para sahabat tabi’in dan tabiit tabiin, para ulama hingga sampai kepada kita.
Jadi orang yang bertasawuf adalah orang yang menyucikan diri lahir dan batin dengan menempuh jalan( Tarekat) atas dasar tiga tingkatan, yang menurut Imam Abu al qasim al- junaidi dikenal dengan; Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
a. Takhalli yaitu mengosongkan diri dari sifat- sifat tercela baik lahir maupun batin, seperti hasut, tamak, takabbur dan lain sebagainya.
b. Tahalli yaitu mengisi dan membiasakan diri dengan sifat- sifat terpuji,seperti takwa, ihlas, syukur dan lain sebagainya.
c. Tajalli yaitu mengamalkan sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada Allah (SWT) seperti salat sunnah, zikir, puasa dan lain sebagainya.
C. Faktor NU Berpaham ASWAJA
Ahlussunnah Wal Jamaah bukanlah paham yang kaku. Melainkan sebagai paham yang moderat. Prinsip moderat ini dapat dilihat dari pola berfikir dan kerangka yang di pakai( Manhaj al- fikr) memakai poal pikir moderat dan menegahi( Al- I’tidal Wa Attasawuf ), Hermonis dalam arti serasi dan seimbang (At- Tawazun ), Toleran( At-Tasahliuh) bertidak adil dan berani( Al-Adi Wa Al- Jurah). Prinsip Al- Manhaj al- fikri( metode berfikir ) yang di kembangkan oleh Ahlussunnah Wal Jamaah adalah prinsip Syura( Musyawarah) Al-Adi ( Keadialan), Al-Hurriyah (Kebebasan), Al- Musawah ( Kesetaraan derajat)
Hal ini merupakan perkembaagan dari salah satu prinsip Aswaja, Yakni Tawasuht ( Moderat ) prinsip tidak ekstrim baik kuno maupun modern. Rumusan inilah menurut NU untuk dikembangakan secara dinamis tanpa harus saling menuduh dan mengklaim diri lebih islami dan lebih Ahlussunnah Wal Jamaah, Apalagi di sertai saling menyesatkan antara yang satu dengan yang lain, dan lebih fatal lagi jika saling mengkafirkan. Oleh karena itulah, Hal ini yang menjadi faktor bagi NU untuk di jadikannya halauan dalam manhaj al- fikr.
D. STRATEGI NU DALAM MELESTARIKAN PAHAM ASWAJA
Strategi yang digunakan oleh NU dalam memahami, melestarikan, dan mengaktualkan ajaran Aswaja dalam kehidupan individu maupun masyarakat melalaui tiga macam cara yakni:
1. Pendekatan doctrinal
Yakni memahami dan mengaktualakan Ahlussunnah Wal Jamaah dengan memahami doktri dan ajaran yang dirumuskan dalam kitab ilmu kalam sunni, diskusi dan pengajian formal amaupun non formal.
2. Pendekatan Historis
Yakni menelusuri perkembanagan ke-sejarah-an, dimana Ahlussunnah Wal Jamaah berusaha mencari titik temu perbedaan yang terjadi di anatara para sahabat maupaun ulama.
3. Pendekatan kultural
Pedekatan yang menitik beratkan pada penghargaan nilai-nilai budaya masyarakat setempat.
Dengan memahami Ahlussunnah Wal Jamaah melalui berbagai pendekatan tersebut, diharapkan lebih berkualitas dalam pengembanagan umat islam, tidak sekedar doktrin.
BAB llI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam penganut paham Ahlussunnah Wal Jamaah adalah islam yang mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW, Sahabatnya serta mengikuti ahklak dari ulama salafusshalihin. Nahdlatul ulama’ sebagai organisasi islam yang menganut faham Ahlussunnah Wal Jamaah dalam bidang aqidah menganut ajaran tauhid imam Al- Asy ari (260- 324H ), Imam Al- Maturidi, dalam bidang fiqh menganut salah satu mazhab 4 yaitu Imam Hanafi( 80- 150 H ), Imam Malik ( 93- 179 H), Imam Syafi’i ( 150-204 H), Imam Ahmad Hanbali( 164- 199H). Dan dalam bidang tasawuf menganut ajaran imam Ghozali (450-504 H) dan Abu Al- Qasim Al- Junaidi.
Ahlussunnah Wal Jamaah bukanlah paham yang baku. Melainkan sebagaui paham yang moderat. Prinsip moderat dapat dilihat dari pola pikirdan kerangka yang dipakai ( manhaj al- fikr) memakai pola pikir moderat dan menengahi ( Al- I’tidal Wa At-tawassut) harmonois dalam arti serasi dan seimbang ( Al- Tawazun), toleran ( At-Tasamuh) bertindak adil dan berani.
Prinsip Al- Manhaj Al- Fikr( Metode berfikir) yang di kembangakan oleh Ahlussunnah Wal Jamaah adalah prinsip Syura ( Musyawarah) Al- Adi( Keadilan), Al- Hurriyyah ( Kebebasan).
Dengan memahami Ahlussunnah Wal Jamaah melalui berbagai pendekatan tersebut, diharapkan lebihh berkualitas dalam pengembanagan umat islam, tidak sekedar doktrin.
DAFTAR PUSTAKA
- http://pemikiranaswaja.blogspot.com/p/pemikiran-aswaja
- Mursyid, Imam, Ke-NU-an Ahlussunnah Waljamaah kelas XI, Semarang: Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah, 2011
- Taufiq, Imam, dik, Materi Dasar Nahdlatul Ulama (Ahlussunnah Waljamaah), Semarang: PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah, 2002
- Diposting 28th February 2017 oleh rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar